Di tengah tantangan konservasi di hutan tropis Kalimantan, kabar menggembirakan datang dari area konsesi hutan produksi milik PT Wana Bakti Persada Utama (WBPU) di Bentang Alam Wehea Kelay, Kalimantan Timur. Dalam kerja sama dengan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN). PT WBPU melakukan pemasangan 27 kamera trap dan alat bioakustik di wilayah konsesi pada Februari 2025. Hasil monitoring pertama yang dilakukan pada Mei 2025 memperlihatkan sesuatu yang luar biasa, rekaman visual dan suara dari berbagai spesies langka dan dilindungi yang masih bertahan hidup di dalam area konsesi perusahaan.
Bagi PT WBPU, temuan ini bukan hanya keberhasilan dari sisi teknis pemantauan, tetapi juga bukti bahwa pendekatan pengelolaan hutan berbasis kelestarian yang perusahaan terapkan berjalan dengan baik. Rekaman menunjukkan kehadiran orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), spesies kunci yang keberadaannya sangat tergantung pada ketersediaan hutan primer dan sekunder yang masih lestari. Individu orangutan yang tertangkap kamera sedang berjalan menjelajah area hutan, menunjukkan bahwa lanskap hutan produksi masih memberikan habitat yang layak.
Tak kalah menarik, kamera juga menangkap macan dahan (Neofelis diardi), predator puncak yang sangat jarang terlihat karena sifatnya yang soliter dan aktif di malam hari. Selain itu, beruang madu (Helarctos malayanus), mamalia omnivora khas Asia Tenggara, juga terekam sedang mencari makanan di lantai hutan. Temuan ini menunjukkan bahwa area konsesi WBPU menjadi jalur lintasan sekaligus habitat penting bagi spesies-spesies tersebut.
Dari hasil alat bioakustik, suara enggang jambul putih (Rhyticeros cassidix) dan Kuwau Raja (Argusianus argus) terdengar di beberapa titik. Kedua burung ini adalah spesies endemik yang memerlukan kondisi hutan yang tenang dan lestari untuk berkembang biak. WBPU menilai bahwa kemunculan suara-suara ini menjadi indikator penting bahwa tekanan manusia di dalam kawasan hutan produksi masih dalam batas yang terkendali.
Selain predator dan burung langka, rekaman dari kamera trap yang dipasang juga memperlihatkan satwa lain seperti rusa sambar (Rusa unicolor), trenggiling (Manis javanica), dan babi hutan Kalimantan (Sus barbatus). Khusus untuk trenggiling, yang merupakan salah satu mamalia paling diburu di dunia, kehadirannya dalam area konsesi merupakan sinyal penting bagi PT WBPU untuk lebih memperkuat perlindungan di kawasan-kawasan sensitif yang menjadi habitatnya.
Bagi PT WBPU, temuan-temuan ini adalah dorongan kuat untuk terus mengintegrasikan perlindungan satwa liar ke dalam rencana pengelolaan hutan. Selain sebagai bagian dari tanggung jawab lingkungan, data keanekaragaman hayati ini juga menjadi komponen penting dalam evaluasi internal dan eksternal terhadap komitmen PT WBPU dalam penerapan prinsip-prinsip perhutaan yang berkelanjutan dan lestari.
Rekaman satwa-satwa ini memperlihatkan bahwa hutan produksi tidak selalu berarti kehilangan keanekaragaman hayati. Justru dengan pengelolaan yang tepat, hutan produksi bisa menjadi rumah bagi satwa-satwa langka dan dilindungi. Perusahaan juga berkomitmen untuk memperkuat metode Reduced Impact Logging-For Climate Change Mitigation (RIL-C) dan menyesuaikan rencana operasional dengan data sebaran satwa yang diperoleh dari monitoring.
Selanjutnya PT WBPU berencana menjadikan kegiatan pemantauan satwa liar sebagai program rutin, tidak hanya untuk dokumentasi dan konservasi, tetapi juga sebagai bahan edukasi dan transparansi kepada para pemangku kepentingan. Kolaborasi lanjutan dengan YKAN akan terus dibangun untuk memperluas cakupan pengawasan dan perlindungan terhadap spesies prioritas di Kalimantan.
Hasil monitoring ini menegaskan bahwa hutan produksi bukanlah zona mati untuk keanekaragaman hayati. Sebaliknya, jika dikelola dengan visi jangka panjang dan pendekatan ilmiah, seperti yang dilakukan oleh PT WBPU, kawasan tersebut dapat menjadi jantung konservasi satwa liar tropis yang berharga membuktikan bahwa ekonomi dan ekologi bisa berjalan berdampingan.